Kinerja anggota Dewan Perwakilan Rakyat menjadi sorotan setelah Rapat Paripurna ke-9 masa persidangan II digelar pada Senin (9/12/2018).
Sebagian besar barisan kursi anggota DPR tampak kosong. Dari daftar kehadiran, anggota DPR yang menandatangani lembar presensi hanya 151 orang. Sementara, 138 anggota lainnya berstatus izin. Adapun, jumlah anggota DPR periode 2014-2019 ini adalah 560 orang. Wakil Ketua DPR Fadli Zon meminta agar kondisi ini dimaklumi.
Sebagian besar anggota DPR tengah terjun ke daerah pemilihan untuk kepentingan kampanye Pemilihan Legislatif 2019.
Ia tak sepakat jika kosongnya kursi di ruangan rapat paripurna dianggap sebagai bukti jebloknya jebloknya kinerja DPR. Menurut dia, menemui konstituen di dapil juga termasuk bagian tugas anggota DPR.
"Ada orang yang memang tidak hadir di paripurna itu karena mereka sedang bertugas. Ada yang kunjungan kerja di dapil, ada yang kunker di luar kota atau di luar negeri atau kegiatan lain.
Mereka berizin itu karena sedang bertugas," ujar Fadli di kompleks parlemen, Rabu (5/12/2018).
Selain itu, kata dia, anggota DPR bukan pegawai yang bekerja dengan jam kerja tertentu seperti pegawai lainnya.
"Coba Anda datang ke parlemen Inggris, memangnya ini kerja kantoran? DPR itu bukan kerja kantoran," tambah dia. Lalu, seperti apa suara masyarakat menanggapi kinerja DPR dan bangku kosong saat sidang paripurna?
"Apa sih susahnya datang ke paripurna?"
Salah seorang warga yang tinggal di Condet, Jakarta Timur, Feni Fitriani, mengaku kesal dengan absennya anggota DPR di rapat paripurna. Dia mempertanyakan alasan anggota DPR yang jarang beraktivitas di kantornya.
"Apa sih susahnya datang ke paripurna? Mereka kan sudah dapat gaji dan tunjangan juga kan?" kata dia, ketika ditemui Kompas.com di Stasiun Palmerah, Rabu (5/12/2018).
Feni tidak melihat ada keharusan untuk memaklumi kondisi tersebut. Menurut dia, masa kampanye cukup panjang sampai April 2019.
Sementara, sidang paripurna hanya memakan waktu beberapa jam saja. Demikian pula dengan rapat-rapat di DPR yang tidak berlangsung setiap hari.
Perempuan yang berprofesi sebagai pegawai swasta ini, mengatakan, boleh saja anggota DPR berkampanye, tetapi jangan sampai meninggalkan kewajiban di parlemen.
Menurut dia, menjelang pemilu, anggota DPR seharusnya semakin rajin. "Harusnya mereka makin rajin ya karena bakal jadi nilai positif juga pas kampanye," ujar Feni. Feni menyarankan agar ada semacam sanksi bagi anggota DPR yang malas ke paripurna. Sanksinya bisa berupa pemotongan tunjangan atau gaji.
"Masa rakyat yang harus maklum? Harusnya dibikin punishment tuh. Kalau mereka absen sidang, potong tunjangan dan gaji," kata
Anggota DPR harus sering "ngantor"
Seorang warga Karet Tengsing, Lenny Tristia, mengaku lebih menyukai wakil rakyat yang sering "ngantor" dan ikut rapat pembahasan.
Menurut dia, kegiatan itu merupakan aksi konkret anggota DPR jika ingin mewujudkan aspirasi masyarakat.
"Lha bagaimana mereka bisa menyampaikan aspirasi kita warganya yang memilih, kalau dia enggak pernah datang ke kantor? Ya sia-sia dong mereka kampanye," ujar Lenny.
Warga skeptis
Sementara itu, salah seorang warga Jatiasih, Bekasi, yaitu Danik Isnawati, skeptis dengan pernyataan Fadli Zon yang menyebut kosongnya paripurna karena kampanye Pileg.
Menurut dia, itu sudah menjadi kebiasaan anggota DPR sejak lama.
"Coba saja dicek pas bukan musim kampanye, daftar hadir mereka bagaimana? Justru kalau lagi musim kampanye begini malah 'aji mumpung' buat mereka jadi alasan enggak datang paripurna," kata Danik ketika ditemui di Stasiun Gondangdia.
Nanik menilai, tingkat kehadiran anggota DPR tidak kalah penting. Dia yakin, mengumpulkan ratusan orang dalam suatu sidang paripurna memang tidak mudah Oleh karena itu dia berharap ada sanksi yang bisa membuat anggota DPR lebih disiplin. Menurut dia, hal ini bukan sesuatu yang bisa dimaklumi. "PR mereka tuh banyak banget, tetapi minta dimaklumi, gemes juga sih," kata dia.
Kritik dari Formappi
Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menjadi lembaga yang paling keras mengkritik DPR dalam situasi ini. Peneliti Formappi Lucius Karus berpandangan, ketidakhadiran dalam rapat dan perilaku koruptif sama-sama membuktikan rendahnya integritas anggota DPR. Menurut Lucius, sebagian legislator sudah “putus urat malu” lantaran kurang optimal dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.
DPR tampak tak berupaya maksimal dalam menjalankan fungsi legislasi, anggaran, maupun pengawasan dilihat dari kehadiran dalam sejumlah rapat.
“Jadi kami menantang DPR, beranikah mereka menyatakan tak menerima gaji dan tunjangan jika tidak menghadiri rapat-rapat di DPR pada masa sidang ini sampai akhir masa jabatan mereka? Kalau tidak berani itu artinya mental korupsi itu sudah tertanam dalam jiwa para anggota DPR,” kata Lucius.
Lucius mengatakan, saking sudah biasanya, DPR merasa ketidakhadiran dalam rapat merupakan sesuatu yang lazim. Padahal, jika parlemen menunjukkan keseriusan dalam pembahasan undang-undang, akan merangsang pemerintah untuk gerak cepat menyelesaikan sejumlah RUU.
Tetapi, kata Lucius, yang terjadi DPR justru gagal membuktikan semangat menjalankan fungsi legislatifnya.
“Pemerintah ikut lesu karena menjadi sia-sia kehadiran pemerintah jika dari pihak DPR yang hadir di ruangan rapat hanya segelintir orang saja,” kata Lucius.
sumber:kompas.com
Post a Comment